Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI BANGKALAN
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2017/PN Bkl Ir. HARI ADJI, MM Kepala Kejaksaan Negeri Bangkalan Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 25 Jan. 2017
Klasifikasi Perkara Lain-lain
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2017/PN Bkl
Tanggal Surat Rabu, 25 Jan. 2017
Nomor Surat 02/ASA/AKH/I/2017
Pemohon
NoNama
1Ir. HARI ADJI, MM
Termohon
NoNama
1Kepala Kejaksaan Negeri Bangkalan
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
  1. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
  1. Bahwa Lembaga Praperadilan sebagimana diatur dalam pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi menguji apakah tindakan/ upaya paksa yang dilakukan oleh Penyidik sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi dengan Administrasi  Penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah atau tidak nya tindakan Penyidik di dalam melakukan penyidikan;
  1. Bahwa menguji keabsahan penetapan status Tersangka (ic. PEMOHON) adalah untuk menguji tindakan–tindakan penyidik itu apakah bersesuaian dengan norma/ketentuan dasar-mengenai penyidikan yang termuat dalam KUHAP, mengingat penetapan status tersangka seseorang adalah “kunci utama” dari tindakan selanjutnya yang dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum (ic. Penyelidik, Penyidik dan Penuntut Umum) berupa upaya paksa, baik berupa pencegahan, penggeledahan, penyitaan maupun penahanan. Dengan kata lain, adanya “status tersangka” itu menjadi alas hukum bagi aparat penegak hukum (ic. Penyelidik, Penyidik, dan Penuntut Umum) untuk melakukan suatu upaya paksa terhadap seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka;
  1. Bahwa pengujian keabsahan penetapan Tersangka adalah melalui Permohonan Praperadilan, karena penetapan sebagai Tersangka ini adalah dasar hukum untuk dapat dilakukan upaya paksa terhadap seorang warga Negara, yang merupakan bagian dari rangkaian tindakan penyidik dalam proses penyidikan, sehingga pranata hukum yang berwenang menguji dan menilai keabsahan “Penetapan Tersangka” adalah Praperadilan;
  1. Bahwa berdasarkan putusan MK No. 21/PUU-XII/2014, Negara Republik Indonesia ketentuan Pasal 77 huruf a Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah diperluas sehingga kewenangan praperadilan bukan hanya untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, tetapi meliputi pula sah tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, maka menjadi jelas dan terang bahwa penetapan Tersangka menurut hukum adalah merupakan objek Praperadilan;
  1. Bahwa PEMOHON telah ditetapkan sebagai Tersangka oleh TERMOHON berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Prin–01/O.5.37/Fd.1/01/2017 tanggal 13 Januari 2017 mengenai dugaan Tindak  Pidana Korupsi pada Kegitan Revitalisasi Taman Paseban Kab. Bangkalan pada Badan Lingukungan Hidup Tahun Anggaran 2015;
  1. Bahwa berdasarkan seluruh uraian di atas, sangatlah beralasan dan cukup alasan hukumnya dalam hal Praperadilan yang dimohonkan PEMOHON ini diajukan kehadapan Majelis Hakim, sebab yang dimohonkan oleh PEMOHON untuk diuji oleh Pengadilan adalah berubahnya status PEMOHON yang menjadi Tersangka dan akan berakibat hilangnya kebebasan PEMOHON, dilangggarnya hak asasi PEMOHON akibat tindakan TERMOHON yang dilakukan tidak sesuai prosedur yang ditentukan oleh hukum acara pidana dan dilakukan dengan prosedur yang salah dan menyimpang dari ketentuan hukum acara pidana dalam dilangggarnya hak asasi PEMOHON akibat tindakan TERMOHON yang dilakukan tidak sesuai prosedur yang ditentukan oleh hukum acara pidana dan dilakukan dengan prosedur yang salah dan menyimpang dari ketentuan hukum acara pidana dalam hal ini KUHAP, oleh karenanya Permohonan PEMOHON untuk menguji keabsahan penetapan PEMOHON sebagai Tersangka oleh TERMOHON melalui Praperadilan adalah sah menurut hukum;
  1. ALASAN PERMOHONAN PRA PERADILAN
  1. Bahwa berdasarkan Keputusan Bupati Bangkalan pada tanggal 30 Juni 2015 dengan Nomor:188.45/116/Kpts/433.013/2015, Sdr. Ir HARI ADJI, MM (PEMOHON) telah diangkat sebagai KPA pada Badan Lingkungan Hidup;
  1. Bahwa pada tanggal 13 Januari 2017 Pemohon mendapatkan surat panggilan sebagai Tersangka juga hari dan tanggal yang sama  TERMOHON tanpa memeriksa PEMOHON sebelum- nya, TERMOHON dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print – 01/ O.5.37/Fd.1/01/2017 tanggal 13 Januari 2017 menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka mengenai dugaan Tindak  Pidana Korupsi pada Kegitan Revitalisasi Taman Paseban Kab. Bangkalan pada Badan Lingukungan Hidup Tahun Anggaran 2015, tanpa ada pasal yang disangkakan terhadap PEMOHON;
  1. Bahwa Pemohon sama sekali tidak tahu-menahu peristiwa yang disangkakan kepada PEMOHON oleh TERMOHON terkait peristiwa tertentu yang mana?  Seperti apa kejadiannya?  Di mana dan kapan? Jika terkait pada Kegitan Revitalisasi Taman Paseban Kab. Bangkalan pada Badan Lingukungan Hidup Tahun Anggaran 2015, Tanggal berapa?, Kewenangan seperti apa yang PEMOHON lakukan ? Hal ini terjadi karena memang sejatinya Pemohon sama sekali tidak pernah dimintai keterangan oleh Termohon, terkait dugaan Tindak Pidana korupsi yang di sangkakan kepada PEMOHON;
  1. Bahwa penetapan Pemohon sebagai Tersangka olehTermohon tersebut. Pemohon tidak pernah mengetahui secara jelas dan pasti perihal peristiwa yang dituduhkan kepadanya itu sebenarnya seperti apa, kapan dan bagaimana (bukankah Pemohon sama sekali tidak pernah dipanggil apalagi dimintai keterangan oleh Termohon terkait perkara yang sedang dilakukan penyelidikan/penyidikannya oleh Termohon untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka ?);
  1. Bahwa Pemohon tidak pernah sama sekali diundang maupun dipanggil oleh Termohon untuk dimintai keterangannya terkait proses penanganan perkara yang berhubungan dengan dugaan/tuduhan/sangkaan bahwa Pemohon diduga telah melakukan tindak pidana Korupsi pada Kegitan Revitalisasi Taman Paseban Kab. Bangkalan pada Badan Lingukungan Hidup Tahun Anggaran 2015 baik dalam tingkat penyelidikan maupun penyidikan oleh Termohon. Sekali lagi, sama sekali tidak pernah;
  1. Bahwa Pemohon telah ditetapkan sebagai Tersangka tanpa terlebih dahulu dilakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP, yang berbunyi “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang- undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”. Dengan demikian makna dari penyidikan harus terlebih dahulu mencari dan mengumpulkan bukti untuk membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi. Dari bukti-bukti tersebut kemudian baru ditetapkan Tersangkanya. Akan tetapi pada kenyataannya terhadap PEMOHON telah ditetapkan terlebih dahulu sebagai Tersangka pada tanggal 13 Januari 2017 dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Prin – 01/ O.5.37/Fd.1/01/2017, baru kemudian TERMOHON mencari bukti bukti yang berhubungan dengan Pemohon;
  2. Bahwa, penahanan terhadap PEMOHON tersebut, tidak didasarkan pada bukti-bukti permulaan yang cukup, sehingga dalam hal ini TERMOHON  telah melanggar pasal 21 ayat (1) KUHAP;
  1. Bahwa penahanan tersebut sudah terbukti melanggar pasal 21 ayat (1) KUHAP, karena pada saat Berita Acara Pemeriksaan pada tanggal 23 Januari 2017 yang dibuat oleh penyidik tidak ada pemeriksaan Pemohon sebagai Saksi terlebih dahulu akan tetapi penyidik hanya copy paste atas keterangan Pemohon sebagai saksi terhadap Tersangka lain maka adanya tindakan penyidik yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Bangkalan dengan tidakan tersebut Pemohon menolak untuk menandatangani Berita Acara Pemeriksaan sebagai Tersangka dan juga menolak untuk menandatangani Berita Acara Penahanan;
  1. Bahwa atas penahanan yang dilakukan penyidik pada tanggal 23 Januari 2017 dikeluarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-134/0.5.37/Fd.1/01/2017 untuk melakukan penahanan terhadap Tersangka Ir. HARI ADJI,MM yang disangka melanggar Pasal 2 Jo Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
  1. Bahwa penetapan PEMOHON sebagai Tersangka ini muncul pertanyaan. Kapan TERMOHON memperoleh minimal dua alat bukti yang sah yang termuat dalam Pasal 183, Pasal 184 KUHAP yang dijadikan dasar oleh TERMOHON untuk menetapkan PEMOHON sebagai tersangka itu ?;
  1. Bahwa untuk menjawab pertanyaan di atas, maka terhadap tindakan TERMOHON menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka harus diuji dengan norma Pasal 1 angka 2, Pasal 1 angka 5, Pasal 1 angka 14 KUHAP dihubungkan dengan norma Pasal 183, Pasal 184 KUHAP untuk menilai apakah tindakan TERMOHON dalam perkara a quo ini sah atau tidak sah;
  1. Bahwa norma Pasal 1 angka 14 KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah diputus dalam Putusan Nomor 21/PUU –XII/2014 tanggal 28 April 2015 dengan amar yang menyatakan:
  2. “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
  1. Bahwa berdasarkan amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU – XII/2014 tanggal 28 April 2015, maka norma Pasal 1 angka 14 KUHAP harus dimaknai: “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan “minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184” patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”;
  1. Bahwa merujuk norma Pasal 1 angka 14 KUHAP, selanjutnya muncul pertanyaan: kapan minimal dua alat bukti itu didapat oleh TERMOHON ?. Apakah minimal dua alat bukti itu didapat pada tahap Penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP ?, ataukah pada tahap Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2KUHAP ?;
  1. Bahwa menjawab pertanyaan diatas, jelas dan terang bahwa norma Pasal 1 angka 5 KUHAP menyebutkan penyelidikan diartikan sebagai “serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukannya penyidikan”. Sedangkan penyidikan ditentukan dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP, yaitu “serangkaian tindakan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”;
  1. Bahwa merujuk pengertian yang telah ditentukan oleh KUHAP sebagaimana termuat dalam norma Pasal 1 angka 5, Pasal 1 angka 2 KUHAP, maka untuk mencapai proses penentuan Tersangka, haruslah terlebih dahulu dilakukan serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana (penyelidikan). Untuk itu, diperlukan keterangan dari pihak-pihak yang terkait dan bukti-bukti awal yang dapat dijalin sebagai suatu rangkaian peristiwa sehingga dapat ditentukan ada tidaknya suatu peristiwa pidana. Setelah proses penyelidikan tersebut dilalui, maka dilakukan rangkaian tindakan untuk mencari serta mengumpulkan bukti agar terang suatu tindak pidana yang terjadi (penyidikan). Untuk itu kembali lagi haruslah dilakukan tindakan-tindakan untuk meminta keterangan dari pihak-pihak yang terkait dan pengumpulan bukti-bukti sehingga peristiwa pidana yang diduga sebelumnya telah menjadi jelas dan terang, dan oleh karenanya dapat ditentukan siapa tersangkanya. Rangkaian prosedur tersebut merupakan cara atau prosedur hukum yang wajib ditempuh oleh TERMOHON untuk mencapai proses penentuan PEMOHON sebagai Tersangka. Adanya prosedur tersebut dimaksudkan agar tindakan penyelidik/penyidik (in casu TERMOHON) tidak sewenang-wenang mengingat PEMOHON mempunyai hak asasi yang harus dilindungi;
  1. Bahwa bagaimana dapat ditemukan bukti permulaan yang cukup, jika pasal yang disangkakan saja, PEMOHON tidak tahu, Padahal untuk menakar bukti permulaan, tidaklah dapat terlepas dari pasal yang akan disangkakan kepada tersangka. Pada hakikatnya pasal yang akan dijeratkan berisi rumusan delik yang dalam konteks hukum acara pidana berfungsi sebagai unjuk bukti. Artinya, pembuktian adanya tindak pidana tersebut haruslah berpatokan kepada elemen-elemen tindak pidana mencari serta mengumpulkan bukti agar terang suatu tindak pidana yang terjadi. Untuk itu kembali lagi haruslah dilakukan tindakan-tindakan untuk meminta keterangan dari pihak-pihak yang terkait dan pengumpulan bukti-bukti sehingga peristiwa pidana yang diduga sebelumnya telah menjadi jelas dan terang, dan oleh karenanya dapat ditentukan siapa tersangkanya. Rangkain prosedur tersebut merupakan cara atau prosedur hukum yang wajib ditempuh untuk mencapai proses penentuan tersangka. Adanya prosedur tersebut dimaksudkan agar tindakan penyelidik/penyidik tidak sewenang-wenang mengingat seseorang mempunyai hak asasi yang harus dilindungi;
  1. Bahwa dasar hukum bagi TERMOHON dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan atas diri PEMOHON dalam perkara aquo adalah KUHAP, yang mana ketentuan Pasal 1 angka 5 KUHAP mengatur bahwa penyelidikan bertujuan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Sedangkan pengumpulan bukti-bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidananya dan menemukan tersangkanya dilakukan pada saat penyidikan sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP. Oleh karenanya cukup alasan hukumnya dan sangat berdasar ketika sampai dalam tahap akhir penyelidikan, yang didapat TERMOHON sebagai kesimpulan adalah berupa “menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana”, dan bukan serta merta TERMOHON sudah dapat menentukan calon Tersangka–nya (ic.PEMOHON);
  1. Bahwa dalam rangka mencegah kesewenang-wenangan penetapan seseorang sebagai Tersangka ataupun Penangkapan dan Penahanan, maka setiap bukti permulaan haruslah dikonfrontasi antara satu dengan lainnya termasuk pula dengan calon tersangka. Mengenai hal yang terakhir ini, dalam KUHAP tidak mewajibkan penyidik untuk memperlihatkan bukti yang ada padanya kepada Tersangka, akan tetapi berdasarkan doktrin, hal ini dibutuhkan untuk mencegah apa yang disebut dengan istilah unfair prejudice atau persangkaan yang tidak wajar;
  1. Bahwa tindakan penyidik (ic. TERMOHON) untuk menentukan PEMOHON sebagai Tersangka merupakan salah satu proses dari system penegakan hukum pidana sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, oleh karenanya proses tersebut haruslah diikuti dan dijalankan dengan prosedur yang benar sebagaimana diatur dan ditentukan dalam KUHAP atau perundang-undangan yang berlaku. Artinya, setiap proses yang akan ditempuh oleh TERMOHON haruslah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas Kepastian Hukum dapat terjaga dengan baik danpada gilirannya hak asasi PEMOHON yang akan dilindungi tetap dapat dipertahankan. Apabila prosedur yang harus diikuti oleh TERMOHON untuk mencapai proses penetapan PEMOHON sebagai Tersangka tersebut tidak dipenuhi, maka sudah pasti proses tersebut menjadi cacat dan haruslah dikoreksi/dibatalkan;
  1. Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, memang sudah seharusnya sesuai dengan Asas Kepastian Hukum, sepatutnya sebelum Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka terlebih dahulu dimintakan keterangan/klarifikasinya kepadaPemohon;
  1. Bahwa sejalan dengan norma Pasal 1 angka 14 KUHAP, dalam pasal lainnya yaitu Pasal 1 angka 2 KUHAP mengatur pengertian penyidikan yang mestinya tidak ada keraguan lagi untuk menyatakan bahwa tindakan utama penyidikan adalah untuk mencari dan menemukan tiga hal, yaitu: 1. Bukti, 2. Tindak Pidana, 3. Pelaku (Tersangknya), Oleh karena itu, penentuan ada tidaknya tindak pidana dan juga pelaku tindak pidananya ditentukan oleh bukti yang berhasil ditemukan penyidik (ic.TERMOHON), dengan kata lain tidak akan ada tindak pidana yang ditemukan dan juga tidak akan ada pelaku (tersangka) yang dapat ditemukan apabila penyidik (ic. TERMOHON) gagal menemukan bukti yang dimaksud. Dengan demikian, tindakan penyidikan tidak mengharuskan penyidik (ic.TERMOHON) untuk menetapkan adanya Tersangka (dan juga tindak pidananya) kecuali hal itu didasarkan pada minimal dua alat bukti yang sah yang berhasil ditemukan penyidik (ic. TERMOHON) yang menunjukkan bahwa seseorang (ic. PEMOHON) patut diduga sebagai pelaku tindak pidana tersebut;
  1. Bahwa pasca Putusan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU – XII/2014, “bukti permulaan” dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP harus dimaknai “minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP” yang tidak hanya sebatas alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP, namun juga meliputi barang bukti yang dalam konteks hukum pembuktian universal dikenal dengan istilah physical evidence atau real evidence yang tentunya tidaklah dapat terlepas dari pasal yang disangkakan kepada PEMOHON sebagai tersangka, yang pada hakekatnya pasal yang akan dijeratkan berisi rumusan delik yang dalam konteks hukum acara pidana berfungsi sebagai unjuk bukti. Artinya pembuktian adanya tindak pidana tersebut haruslah berpatokan kepada elemen – elemen yang ada dalam suatu pasal yang disangkakan dan dihubungkan dengan minimal dua alat bukti yang sah yang ditemukanoleh TERMOHON;
  1. Bahwa frasa “….guna menemukan tersangkanya” dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP harus dipahami “guna menemukan Tersangkanya yang memenuhi unsur kesalahan bagi dirinya”. Unsur kesalahan (schuld) harus dibuktikan karena sesorang tidak dapat dipidana (dihukum) tanpa kesalahan. Karena itu menjadikan PEMOHON selaku Tersangka tanpa dibuktikan unsur kesalahan bagi dirinya, merupakan kesewenang –wenangan TERMOHON;
  1. Bahwa sesuai amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU – XII/2014 tanggal 28 April 2015, maka frasa “bukti permulaan” dalam Pasal 1 angka 14 yang dijadikan dasar patut diduga PEMOHON karena perbuatannya sebagai pelaku tindak pidana adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Artinya secara hukum, minimal dua alat bukti yang sah itu bertitel “Pro Justisia” yang ditemukan/didapat oleh TERMOHON dalam tahap penyidikan bukan bukti– bukti yang ditemukan/didapat dari tahap penyelidikan;
  1. Bahwa muncul pertanyaan sejak kapan TERMOHON memperoleh minimal 2 (dua) alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP guna menemukan Tersangkanya yaitu PEMOHON? Kapan TERMOHON memperoleh keterangan saksi guna menemukan Tersangkanya yaitu PEMOHON?, apakah dua alat bukti yang sah itu didapat oleh TERMOHON setelah PEMOHON ditetapkan sebagai Tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print – 01/ 0.5.37/Fd.1/01/2017 tanggal 13 Januari 2017 yang mana pada hari dan tanggal yang sama PEMOHON di tetapkan sebagai Tersangka dengan surat Penetapan Tersangka Nomor : PRINT-74/0.5.37/Fd.1/01/2017, tanggal 13 Januari 2017 ?;
  1. Bahwa dalam praktik hukum pada dasarnya hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur dan memberikan batasan yang dapat dilakukan oleh Negara dalam proses penyelidikan, penyidikan hingga proses peradilan dengan metode yang baku untuk menegakkan hukum dan melindungi hak-hak individu selama proses hukum berlangsung. Hukum Acara dirancang untuk memastikan proses hukum yang adil dan konsisten yang biasa disebut sebagai “due process of law” untuk mencari keadilan yang hakiki dalam semua perkara yang diproses dalam penyelidikan hingga proses pengadilan;
  1. Bahwa penetapan PEMOHON sebagai Tersangka pada tanggal 13 Januari 2017 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: : Print – 01/ 0.5.37/Fd.1/01/2017 tanggal 13 Januari 2017  adalah tidak berdasarkan hukum yang berlaku, yaitu 2 (dua) alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam pasal 183 KUHAP Jo Pasal 184 KUHAP. Oleh karena itu 2 (dua) alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud 183 KUHAP Jo Pasal 184 KUHAP tersebut harus didapat setelah penyidikan (pemeriksaan ProYustitia) dilakukan, artinya setelah dilakukan Penyidikan berdasarkan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: : Print – 01/ 0.5.37/Fd.1/01/2017 tanggal 13 Januari 2017;
  1. Bahwa pada saat tanggal 13 Januari 2017 diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan Nomor: Prin – 01/ 0.5.37/Fd.1/01/2017 yang menyatakan PEMOHON sebagai Tersangkanya, tidak mungkin pada hari penetapan sprindik yaitu tanggal 13 Januari 2017 dan pada hari, tanggal dan tahun yang sama pula didapatkan minimal dua alat bukti yang sah yang mendukung ditetapkannya PEMOHON sebagai Tersangka pada tanggal 13 Januari 2017, mengingat panggilan pemeriksaan alat–alat bukti, mencakup, antara lain: keterangan saksi, keterangan tersangka, keterangan Ahli serta konfirmasi alat bukti surat yang hanya bisa didapatkan sesudah yang bersangkutan dipanggil secara sah dan patut setelah hari dan tanggal diterbitkan Surat Perintah PenyidikanNomor: Print – 01/ 0.5.37/Fd.1/01/2017, yaitu 13 Januari 2017. Oleh karenanya jelas dan terang bahwa penetapan PEMOHON sebagai Tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print – 01/ 0.5.37/Fd.1/01/2017 tanggal 13 Januari 2017 adalah tidak sah dan tidak bernilai yuridis, maka cukup alasan hukumnya untuk dibatalkan;
  1. Bahwa merujuk norma Pasal 1 angka 2, Pasal 1 angka 14 KUHAP, maka sangat jelas dan terang bahwa minimal dua alat bukti yang sah belum dikumpulkan oleh TERMOHON, dan belum terang tindak pidananya, namun pada tanggal 13 Januari 2017 dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print – 01/ 0.5.37/Fd.1/01/2017 ternyata TERMOHON tanpa ada minimal dua alat bukti yang sah serta merta menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka dihari, tanggal dan tahun yang sama  dengan surat Penetapan Tersangka Nomor : PRINT-74/0.5.37/Fd.1/01/2017, tanggal 13 Januari 2017, yang mana dalam surat panggilan sebagai Tersangka tanpa/tidak ada penjelasan mengenai pasal apa yang disangkakan;
  1. Bahwa penentuan status PEMOHON menjadi Tersangka oleh TERMOHON yang tidak didasarkan minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana sesuai Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU – XII/2014 tanggal 28 April 2015 merupakan tindakan sewenang–wenang, merupakan bentuk pelanggaran hak konstitusional PEMOHON selaku warga Negara Indonesia di dalam negara berdasar hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, selain itu juga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”;
  1. Bahwa merujuk asas legalitas terkait dengan penerapan hukum materiil, bahwa sangat jelas dan terang bahwa tindakan TERMOHON menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka ini merupakan bentuk kesewenang–wenangan kalau kita hubungkan dengan keterangan/pendapat pakar hokum bernama Von Feuerbach yang pada pokoknya menyatakan:

a. Nulla Poena Sine Lege, yang artinya setiap hukuman harus didasarkan pada suatu Undang-Undang pidana sebelumnya;

b. Nulla Poena Sine Crimine, yang artinya setiap hukuman yang dijatuhkan hanya dapat dilakukan apabila perbuatan tersebut diancam dengan suatu hukuman oleh Undang-Undang;

c. Nullum Crimen Sine PoenaLegali, yang artinya tidak ada kejahatan yang tidak dapat dihukum seperti yang diancamkan oleh Undang-Undang terhadap pelanggarannya;

  1. Bahwa berdasarkan uraian diatas, maka penetapan PEMOHON sebagai Tersangka tidak sesuai dengan isi dari Pasal 1 butir 14 KUHAP yang menyatakan; “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan “minimal dua alat bukti yang sah yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP” patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”;
  1. Bahwa karena TERMOHON tidak melaksanakan prosedur-prosedur sesuai dengan ketentuan Perundang-Undangan, maka tindakan TERMOHON menunjukkan ketidak patuhan akan hukum, padahal TERMOHON sebagai Penyidik seharusnya memberikan contoh kepada warga masyarakat, dalam hal ini TERMOHON dalam hal pelaksanaan hukum tidak sesuai dengan ketentuan sebagai berikut :
  1. Konsiderans KUHAP huruf a: “Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”;
  2.  Konsiderans KUHAP huruf c“Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.”;
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Pasal 7 ayat 3 : “ “Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku”;
  1. Bahwa dalam perkembangannya PRA-PERADILAN telah menjadi fungsi kontrol Pengadilan terhadap jalannya Peradilan sejak tahap penyelidikan khususnya dalam hal ini yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka sehingga oleh karenanya tindakan tersebut patut dikontrol oleh Pengadilan dengan menyatakan bahwa Penetapan Tersangka oleh TERMOHON kepada PEMOHON adalah TIDAK SAH SECARA HUKUM KARENA MELANGGAR KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN. Dengan demikian, jika seandainya menolak Permohonan PRAPERADILAN a-quo, penolakan itu sama saja dengan MELETIGIMASI PENETAPAN TERSANGKA YANG TIDAK SAH YANG DILAKUKAN TERMOHON KEPADA PEMOHON DAN MELETIGIMASI PELANGGARAN HAK ASASI YANG DILAKUKAN TERMOHON KEPADA PEMOHON;

Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana PEMOHON kemukakan di atas, maka sudah seharus nya menurut hukum PEMOHON memohon agar Ketua Pengadilan Negeri Bangkalan Cq. Hakim Yang Memeriksa dan Mengadili Permohonan Praperadilan ini untuk menjatuhkan putusan yang amarnya  sebagai berikut : 

  1. Menerima dan mengabulkan Permohonan PEMOHON untuk seluruhnya;
  1. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print – 01/ O.5.37/Fd.1/01/2017 tanggal 13 Januari 2017  atas nama Ir.HARI ADJI, MM yang menetapkan PEMOHON sebagai TERSANGKA oleh TERMOHON mengenai dugaan Tindak  Pidana Korupsi pada Kegitan Revitalisasi Taman Paseban Kab. Bangkalan pada Badan Lingukungan Hidup Tahun Anggaran 2015, adalah Tidak Sah dan tidak berdasarkan atas  hukum, oleh karenanya Penetapan a quo, tidak mempunyai kekuatan mengikat;
  1. Menyatakan Penyidikan yang dilaksanakan oleh TERMOHON terkait peristiwa Pidana  sebagaimana dimaksud dalam Penetapan TERSANGKA terhadap diri  PEMOHON sebagaimana yang disangkakan mengenai dugaan Tindak  Pidana Korupsi pada Kegitan Revitalisasi Taman Paseban Kab. Bangkalan pada Badan Lingukungan Hidup Tahun Anggaran 2015, adalah Tidak Sah dan tidak berdasarkan atas  hukum, oleh karenanya Penyidikan a quo, tidak mempunyai kekuatan mengikat;
  1. Menyatakan penahanan yang dilakukan TERMOHON terhadap PEMOHON adalah tidak sah, karena bertentangan dengan Undang-Undang, yakni pasal 21 KUHAP;
  1. Menyatakan, membebaskan PEMOHON dari tahanan;
  1. Menyatakan Perbuatan TERMOHON yang menetapkan PEMOHON selaku Tersangka tanpa Prosedur adalah cacat yuridis/bertentangan dengan hukum;
  1. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang di keluarkan lebih lanjut oleh TERMOHON yang berkaitan dengan Penetapan TERSANGKA terhadap diri PEMOHON oleh TERMOHON;
  1. Menghukum TERMOHON membayar biaya perkara;

Atau,Jika Pengadilan Negeri Bangkalan berpendapat lain, mohon Putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono)

Demikian Permohonan Praperadilan ini kami sampaikan.

Pihak Dipublikasikan Ya